Sifat shalat nabi
(Bagian Pertama)
1. Berangkat Menuju Masjid.
Berikut adalah keterangan mengenai sifat shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang asalnya pembahasan ini berasal dari pembahasan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di lalu dikembangkan dengan menambahkan dari berbagai sumber lainnya.
Pembahasan ini dimulai dari adab menuju ke masjid.
1- Disunnahkan ketika menuju shalat dengan keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Jika kalian mendegar iqomah, maka berjalanlah menuju shalat. Namun tetaplah tenang dan khusyu’ menuju shalat, jangan tergesa-gesa. Apa saja yang kalian dapati dari Imam, maka ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, maka sempurnakanlah.”
(HR. Bukhari no. 636 dan Muslim no. 602)
Jadi dilarang tergesa-gesa ketika hendak pergi ke masjid.
Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang melakukan tasybik yaitu menjalinkan jari jemari.
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang melakukan tasybik yaitu menjalinkan jari jemari.
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَإِنَّهُ فِى صَلاَةٍ
Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, lalu memperbagus wudhunya, kemudian keluar menuju masjid dengan sengaja, maka janganlah ia menjalin jari-jemarinya karena ia sudah berada dalam shalat.”
HR. Tirmidzi no. 386, Ibnu Majah no. 967, Abu Daud no. 562. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Menjalin jari-jemari (tasybik) ❌
2- Ketika masuk masjid meminta rahmat pada Allah dengan membaca dzikir dan do’a,
بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
Bismillah wassalaamu ‘ala rosulillah. Allahummaghfir lii dzunuubi waftahlii abwaaba rohmatik (Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah padaku pintu rahmat-Mu).”
HR. Ibnu Majah no. 771 dan Tirmidzi no. 314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
3- Mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid dan mendahulukan kaki kiri ketika keluarnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika menyisir rambut dan ketika bersuci, juga dalam setiap perkara (yang baik-baik).”
(HR. Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268). Yang dimaksud tarojjul dalam hadits -kata Ibnu Hajar- adalah menyisir dan meminyaki rambut, sebagaimana disebut dalam Al Fath, 1: 270.
(HR. Bukhari no. 186 dan Muslim no. 268). Yang dimaksud tarojjul dalam hadits -kata Ibnu Hajar- adalah menyisir dan meminyaki rambut, sebagaimana disebut dalam Al Fath, 1: 270.
Kaedah dalam masalah mendahulukan yang kanan telah disebutkan oleh Imam Nawawi. Beliau rahimahullah mengatakan, “Mendahulukan yang kanan adalah ketika melakukan sesuatu yang mulia (pekerjaan yang baik), yaitu saat menggunakan pakaian, celana, sepatu, masuk masjid, bersiwak, bercelak, memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, memberi salam dalam shalat, mencuci anggota wudhu, keluar kamar mandi, makan, minum, bersalaman, mengusap hajar Aswad, atau perkara baik semisal itu, maka disunnahkan mendahulukan yang kanan.
Sedangkan kebalikan dari hal tadi seperti masuk kamar mandi, keluar dari masjid, membuang ingus, istinja’ (cebok), melepas baju, celana dan sepatu, dan semisal itu disunnahkan mendahulukan yang kiri. (Syarh Shahih Muslim, 3: 143).
Masih berlanjut, Semoga Allah mudahkan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi :
Manhajus Salikin wa Tawdhihil Fiqhi fid Diin, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat, tahun 1431 H.
Ibhajul Mu’minin bi Syarh Manhajis Salikin, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah Al Jibrin, terbitan Madarul Wathon, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berikan pesan kritik saran yang membangun.terima kasih