November 29, 2018

Banyak omong ini akibatnya

LAKI-LAKI PANTANG LEBAR MULUT*
🗣Banyak bicara tanpa faidah adalah sebuah hal yang tercela. Seorang mukmin harus menjadikan diam dan bicaranya untuk kebaikan. Kalau ia memandang bahwa bicara adalah baik maka ia akan bicara. Namun sebaliknya, jika diam lebih baik dia akan diam. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ
🍃“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam.”_ (HR. Bukhari no. 6018, Muslim no. 47


Lebih banyak diam, jika tidak ada manfaat dari ucapan. Terlebih bagi laki-laki, pantang untuk _“lebar mulut”_, sangat hina seorang laki-laki yang banyak bicara tanpa faidah.
Imam Syafi’i rahimahullah pernah ditanya:
 _“Apa saja hal yang paling hina bagi laki-laki?”_ Beliau menjawab:
‏كَثْرَةُ الكَلَامِ ، وَإِذَاعَةُ السِرِّ ، وَالثِّقَةُ بِكُلِّ أَحَدٍ
banyak bicara, menyebarkan rahasia, dan mudah percaya dengan setiap orang.”_ (Al-Imam Asy-Syafi’i li Abdil Halim al-Jundi: 49)

Kenapa? Karena seorang yang terlalu banyak bicara hanya akan menunjukkan kebodohan dirinya. Persis seperti pepatah: _“Tong kosong itu nyaring bunyinya.”_
🗑Oleh sebab itu, bicaralah secukupnya. Jagalah lisan jangan biarkan ia seperti kaleng kosong yang jatuh dari truk. Laki-laki yang benar laki-laki tidak banyak bicara. Ia hanya bicara untuk sesuatu yang bermanfaat saja.
*🔰Semoga bermanfaat.*
_Ditulis oleh: Zahir al-Minangkabawi_
🌐Diterbitkan oleh: Lajnah Dakwah Yayasan Maribaraja

November 26, 2018

kedudukan ulama di tengah umat (islam) 2018

KEDUDUKAN ULAMA DITENGAH UMMAT

Ulama adalah pewaris para Nabi. Sehingga ulama memiliki kedudukan yang tinggi di tengah ummat Muhammad.  Mereka memperbaiki kerusakan di tengah manusia. Menghidupkan hati yang mati, menerangi dengan ilmu mata yang buta akibat kebodohan.
Abu Darda radhiyallahu 'anhu berkata : “Permisalan para ulama di tengah manusia seperti bintang-bintang di langit yang dijadikan petunjuk arah oleh manusia”
Para ulama mengemban tugas dakwah sepeninggal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana beliau bersabda,
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sungguh ulama adalah pewaris para Nabi.
Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham.
Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka ia telah mendapatkan bagian terbanyak (dari warisan para Nabi)”
[HR. Tirmidzi (2682), Abu Dawud (3641), dan Ibnu Majah (223), Ahmad (21763), Ad Darimi (342), Ibnu Hibban (88), berkata Al Albaniy dalam kitab Shahihul Jami’ (6297) haditsnya shahih]
Dari riwayat ini kita bisa melihat bagaimana para ulama adalah pengemban ilmu para Nabi.
Sehingga nampak kebutuhan ummat terhadap para ulama.
Karena ummat ini butuh dengan ilmu. Kebaikan akan tercipta jika di tengah masyarakat tersebar ilmu agama. Dan sebaliknya akan hancur kondisi sebuah masyarakat jika penduduknya jauh dari ilmu dan bimbingan para ulama

November 22, 2018

KETIKA AJAL TAK TERDUGA ilmu agama islam 2018

YANG KERAP TERLUPAKAN DI SAAT-SAAT INI – KEMATIAN TIDAK BISA DIHINDARI…

Beberapa waktu terakhir, negeri kita mengalami beberapa musibah gempa dan tsunami yang mengakibatkan banyaknya jumlah korban meninggal di berbagai tempat. Lalu… Banyak orang yang bertanya, ‘apakah tidak ada alat untuk deteksi sebelum gempa agar lebih banyak nyawa yang terselamatkan ?‘… 
Yuk kita baca yang berikut…

Kematian tak bisa dihindari, tidak mungkin ada yang bisa lari darinya. Namun seribu sayang, sedikit yang mau mempersiapkan diri menghadapinya.
Kata ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, “Aku tidaklah pernah melihat suatu yang yakin kecuali keyakinan akan kematian. Namun sangat disayangkan, sedikit yang mau mempersiapkan diri menghadapinya.” (Tafsir Al Qurthubi)
⚉    Ingatlah … Tak mungkin seorang pun lari dari kematian …
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Jumu’ah: 8).
⚉    Harus diyakini … Kematian tak bisa dihindari …
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
.
⚉    Semua pun tahu … Tidak ada manusia yang kekal abadi …
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu(Muhammad).” (QS. Al Anbiya’: 34).
⚉    Yang pasti … Allah yang kekal abadi …
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ (26) وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (27)
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar Rahman: 26-27).
⚉    Lalu … Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian …
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan ayat-ayat di atas adalah setiap orang pasti akan merasakan kematian. Tidak ada seseorang yang bisa selamat dari kematian, baik ia berusaha lari darinya ataukah tidak. Karena setiap orang sudah punya ajal yang pasti.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 163).
⚉    Jadilah mukmin yang cerdas …
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik ?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas ?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).
Hanya Allah yang memberi taufik.
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى.

manfaat kita berbuat kebajikan atau kebaikan (sweet ) 2018

BERBUATLAH YANG BAIK DAN BERMANFAAT, APAPUN KEADAANNYA…

Ustadz Musyaffa Ad Dariny, Lc, MA حفظه الله تعالى

1. Kebanyakan orang maunya sesukanya, mereka hanya memikirkan apa menguntungkan mereka… Sayangilah mereka apapun keadaannya!

2. Jika Anda berbuat baik, akan Ada yang menuduh bahwa Anda menyembunyikan ambisi pribadi… Berbuat baiklah apapun keadaanya!

3. Jika Anda sukses, akan ada banyak ‘kawan palsu’ dan banyak ‘lawan nyata’… Jadilah orang sukses apapun keadaannya!

4. Kebaikan yang Anda lakukan hari ini, nantinya akan dilupakan orang… Lakukanlah kebaikan apapun keadaannya!

5. Sikap jujur dan terbuka akan menjadikan Anda sasaran kritikan… Jadilah orang yang jujur dan terbuka apapun keadaannya!

6. Orang paling hebat sekalipun dengan ide-ide paling briliannya, bisa saja dikalahkan oleh orang yg paling bodoh dg akal paling kerdilnya… Bawalah ide-ide brilian apapun keadaannya.

7. Kebanyakan orang menyukai kaum yang lemah, tapi mereka mengikuti kaum yang kuat… Tetaplah membela orang-orang yg lemah apapun keadaannya.

8. Bangunan yang telah kamu rintis bertahun-tahun bisa saja hancur dalam waktu yg singkat… Tetaplah membangun apapun keadaannya.

9. Manusia sangat butuh bantuan, tapi bisa saja mereka memusuhi Anda ketika Anda berusaha membantu mereka… Bantulah mereka apapun keadaannya.

10. Jika Anda memberikan yang terbaik kepada dunia; sebagian dari mereka akan membalasnya dengan keburukan… Berikanlah yang terbaik pada dunia, apapun keadaannya!

November 21, 2018

eksperimen untuk diam di zaman sekarang (2018)

*SUSAH DIAM, RETORIKANYA BAGUS, TAPI JAHIL…*
Inilah cobaan yang sangat berat bagi banyak orang di zaman ini, zaman medsos, zaman dimana setiap orang bisa memiliki panggung bicara sendiri-sendiri… anak SD pun bisa punya panggung bicara sendiri untuk bicara apapun yang dia sukai, dan hampir semuanya punya pendengar yang mendukungnya.
Bagi orang yang susah diam, retorikanya bagus, tapi jahil… sungguh zaman ini adalah zaman yang sangat berat… karena banyak hal yang akan dia komentari, banyak orang yang akan mendukungnya, padahal dia jahil, sehingga akan banyak terjerumus dalam kesalahan… dan biasanya orang yang demikian akan sulit memperbaiki kesalahannya, karena mengakui kesalahan itu tidak hanya butuh ilmu, tapi juga butuh jiwa yang besar dan kesatria.
Sungguh sangat tepat perkataan yang disebutkan oleh At-Thufi -rahimahullah- :
إن أشد الناس شقاء من بلي بلسان منطلق، وقلب منطبق، فهو لا يحسن أن يتكلم، ولا يستطيع أن يسكت.
“Sungguh orang yang paling celaka adalah orang yang diuji dengan lisan yang liar (susah diam) dan hati yang tertutup (oleh kejahilan), sehingga dia tidak bisa berbicara dengan baik(ngawur), dan juga tidak bisa diam“. [Syarah Mukhtashar Raudhah 3/41].
Semoga kita semua Allah jauhkan dari ujian ini, amin.
Jika kita sudah tahu ada orang yang diuji oleh Allah dengan ujian ini, maka jangan sampai kita memperparah keadaan dia, sehingga dia semakin terjerumus ke dalam jurang yang lebih dalam.
Misalnya, jika ada orang yang sangat getol memusuhi dan menjatuhkan ustadz-ustadz salafi dengan sebutan talafi, maka jangan sampai kita menyebarkan tulisannya, atau menjadikannya semakin terkenal… Diamkan saja hal itu agar dia tenggelam dengan sendirinya. Tidak perlu digubris, dan anggaplah apa yang dikatakannya sebagai angin lalu.
Sebaliknya, sibukkan diri untuk terus menuntut ilmu dan menguatkan akidah dan manhaj yang benar, semakin kuat ilmu kita, maka semakin kuat pertahanan kita terhadap pengaruh buruk dari luar.
Tidak perlu risau dengan ocehannya dan orang-orang yang semisalnya, karena orang sepertinya tidak hanya ada di zaman ini saja, dari dulu juga ada orang-orang seperti itu, dan akhirnya mereka tenggelam oleh zaman, tapi Islam tetap Allah jaga dengan baik dan utuh.
Ingatlah selalu firman Allah Ta’ala :
فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ
“Adapun buih, dia akan hilang (dengan sendirinya) sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya. Adapun yang bermanfaat bagi manusia, dia akan tetap ada di bumi“. [Ar-Ra’d: 17].
Ingatlah, bahwa siapa yang bertakwa dalam ucapannya dan perbuatannya, maka dialah yang akan Allah menangkan, dan diantara bentuk ketakwaan kita adalah meninggalkan orang-orang yang demikian untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat bagi kita.
Sungguh sangat pas bagi kita perkataan Nabi Musa ‘alaihissalam kepada kaumnya yang diabadikan Allah dalam Al-qur’an :
اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Mohonlah kalian pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sungguh bumi ini milik Allah dan Dia akan mewariskannya kepada siapa saja dari hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa“.
[Al-A’raf: 128].
Iya, hasil akhir yang baik akan selalu Allah berikan kepada orang yang bertakwa… siapa yang lebih bertakwa, dialah yang akan Allah menangkan… Jadi berlomba-lombalah untuk menjadi yang paling bertakwa, baik dalam ucapan maupun perbuatan, baik lahir maupun batin…
Pasti Allah memenangkan kita dan memuliakan kita.
Ditulis oleh Ustadz DR.Musyaffa Ad Dariny, Lc, MA حفظه الله تعالى


November 18, 2018

jangan kau telantarkan mereka

Jangan Engkau Menelantarkan Mereka*

Rasulullah ﷺ bersabda :
〘 دينارٌ أنفقته في سبيلِ اللهِ . ودينارٌ أنفقته في رقبةٍ .
ودينارٌ تصدقت به على مسكينٍ . ودينارٌ أنفقته على أهلِك .
أعظمُها أجرًا للذي أنفقته على أهلِك 〙
_"Satu dinar yang engkau infaqkan dijalan Allah....._
_Satu dinar yang engkau infaqkan untuk memerdekakan budak...._
_Satu dinar yang engkau sedekahkan untuk orang-orang miskin...._
_Satu dinar yang engkau infaqkan untuk KELUARGAMU...._
_Maka yang lebih besar pahalanya adalah yang engkau infaqkan untuk KELUARGAMU."_
(HR. Muslim no. 995).
🎙Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata :
« طلبُ الحلال ، والنفقة على العيال ؛ بابٌ عظيم لا يعدِلُه شيﺀٌ مِن أعمال البرِّ »
_"Mencari rezeki yang halal, memberi nafkah untuk keluarga, adalah pintu yang sangat agung yang tak ada amalan kebaikan yang membandinginya."_
*📚 Al Iman Al Ausath (609)*
*****
📝 Faidah dari Al-Ustadz
Ust. Fauzan Abu Muhammad Al Kutawy حفظه الله
_@ bagi faidah_
•═══ஜ✽✿۩❁۩✿✽ஜ═══•
_Share yuk, tanpa mengubah isinya!_
_Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu, menjadi sebab hidayah, dan Allâh membalas anda dengan kebaikan dan menjadi amal jariyah, serta memudahkan jalan kita menuju Jannah. آمِينَ._

فوائد عظيمة في حليب الأم 
ولما للرضاعة من أثر في المرتضع فقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن تسترضع الحمقاء.
قال ابن قاسم رحمه الله في حاشية الروض تعليقا على هذا الحديث: لأن للرضاعة تأثير في الطباع.
ثم قال: وحكى القاضي أن من ارتضع من امرأة حمقاء خرج الولد أحمق، ومن ارتضع من سيئة الخلق تعدى إليه، ومن ارتضع من بهيمة كان بليدا كالبهيمة.
وقال ابن قدامة رحمه الله في المغني فإنه يقال: إن الرضاع يغير الطباع .
فكيف بأصحاب الحليب الصناعي الذي لا يدري مصدره، ولا من صنعه
المصدر:
كتاب تربية الأولاد في ضوء الكتاب والسنة  (صــ ٢٨).
للعلامة بقية السلف د / صالح الفوزان - حفظه الله ورعاه-
*🍃🍼🥛 MANFAAT DAN FAEDAH BESAR ASI SANG IBU*
🍃🍼Dan tatkala menyusu memiliki pengaruh pada yang menyusu maka sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang meminta menyusu kepada wanita bodoh.
Berkata Ibnu Qasim rahimahullah di dalam kitab hasyiah ar-raudh mengomentari hadits ini : sebab menyusu memiliki pengaruh pada tabiat.
Kemudian beliau berkata : Qadhi Iyadh menghikayatkan barangsiapa menyusu kepada wanita bodoh niscaya sang anak itu keluar dalam keadaan bodoh, barangsiapa menyusu kepada wanita yang jelek akhlaknya niscaya ia akan tertular kepadanya, dan barangsiapa yang menyusu kepada binatang niscaya ia menjadi orang bodoh seperti binatang.
💬Dan berkata Ibnu Qudamah rahimahullah di dalam kitab al-mughni bahwa dikatakan : sesungguhnya menyusu dapat merubah tabiat.
☝🏾🥛Maka bagaimanakah dengan para pemakai susu buatan yang ia tidak mengetahui sumbernya dan siapa yang membuatnya?!
📚Tarbiyatul aulad fi dhauil kitabi was sunnah [28].
✒  Asy-syeikh Shaleh Al-fauzan hafizhahullah
*🎀Fatawa An-Nisaa🎀*

November 16, 2018

macam -macam karakter manusia di dalam islam (2018)

Macam-macam Manusia ...*
✍Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dikaruniai banyak keberkahan. Termasuk di dalamnya akal pikiran yang sejatinya tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Akan tetapi, tidak semua manusia menggunakan karunia tersebut dalam hal kebaikan.
Allah menciptakan manusia dengan kesempurnaan, lalu terbagi menjadi 2 golongan besar, sebagaimana firman-nya dalam surat At-Tin.
(4). لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
(5). ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
(6). إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
Tingkatan manusia dalam memahami sesuatu itu berbeda-beda.
Sebagaimana nasehat Ali bin Abi Tholib dalam menyampaikan agama :
حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُحِبُّوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ
“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka.
Apakah kalian ingin Allah dan rasul-Nya didustakan?”
Allah mengelompokkan manusia dalam ciptaannya ada 2 golongan besar.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Al-Hujurot: 13)
Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambaly berkata :
الرَِّجَالُ أَرْبَعَةٌ:
رَجُلٌ يَدْرِيْ أَنّهُ لاَ يَدْرِيْ فَذَلِكَ جَاهِلٌ فَعَلِّمُوْهُ، وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَلاَ يَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذَلِكَ غَافِلٌ فَنَبِّهُوْهُ، وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ، فَذَاكَ عَالِمٌ فاََتَّبِعُوْهُ، وَرَجُلٌ لاَ يَدْرِيْ وَلاَ يَدْرِيْ أَنَّهُ لاَ يَدْرِيْ فَذَلِكَ مَائِقٌ فَاحْذَرُوْهُ
Manusia itu ada empat macam :
1. Seorang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu maka dia adalah jahil, ajarilah.
2. Seorang yang tahu tapi dia tidak tahu kalau dirinya tahu maka dia lalai, ingatkanlah.
3. Seorang yang tahu bahwa dirinya tahu maka dia seorang berilmu, maka ikutilah.
4. Seorang yang tidak tahu namun tidak tahu kalau dirinya adalah tidak tahu, maka dia adalah pandir, waspadahlah.
(Jami’ Bayanil ilmi wa Fadhlihi 2/105)

November 15, 2018

tuduhan keji terhdap syaikh AL ALBANI INFO 2018


Sembilan Tuduhan Dusta Terhadap Syaikh Al-Albani

SEMBILAN TUDUHAN DUSTA TERHADAP SYAIKH AL-ALBANI*
Oleh :
Gholib Arif Nushoiroot
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah.
Wa Ba’du.
Al-Albani rahimahullah, ahli hadits abad ini, dijuluki sebagai muhaddits As-Syam (ahli hadits negeri Syam) –andai saja dijuluki sebagai Muhadditsud Dunya (ahli hadits dunia)- tentu ia berhak menyandangnya, wa la uzakki’ ala Allahi ahada.
Beliau sebagaimana ulama lainnya, pernah dilontarkan kepadanya tuduhan-tuduhan dan kedustaan-kedustaan.
Kedustaan dan tuduhan tersebut terangkum dalam sembilan point berikut ini :
1). (Al-Albani) ahli hadits yang tidak paham fikih
2). Tidak mengetahui ilmu ushul
3). Tidak memiliki guru
4). Syad (ganjil), menyendiri dari pendapat umumnya masyarakat
5). Tidak menghormati ulama, dan tidak mengetahui ketinggian kedudukan mereka
6). Bermadzhab dzhoiri
7). Mutasahil (gampang/mudah) men-shahih-kan hadits
8). Keputusannya dalam menghukumi hadits-hadits berlawanan, satu sama lain
9). Tidak perhatian dengan matan hadits.
Tuduhan-tuduhan dusta di atas pernah dilontarkan kepada mayoritas ulama hadits di sepanjang masa.
Dan saya melihat hal ini perlu dipaparkan dan dijawab demi membela mereka seutuhnya.
Dengan harapan agar amalan yang sedikit ini termasuk dalam bab berbakti kepada mereka.
[1]. Ahli Hadits Yang Tidak Paham Fikih
Ungkapan ini, bila dimaksudkan hanya sekedar untuk mensifati bahwa beliau (Syaikh Al-Albani,-pent) termasuk ulama ahli hadits yang piawai dan pakar dibidangnya, dan tidak ada maksud lain yang mengurangi ketinggian ilmu fikih beliau, maka ungkapan ini tidak perlu dijawab. Karena Imam Al-Albani merupakan salah satu ahli hadits abad ini yang dapat disaksikan keilmuannya, dan peran aktifnya di bidang hadits.
Dan ini dapat dibuktikan bersama. 

Perkara tersebut –walhamdulillah- sepengetahuanku merupakan perkara yang tidak diperselisihkan oleh siapa saja (kecuali mereka yang hasad, dengki, dan iri dengan beliau,-pent).
Adapun jika ungkapan tersebut bermaksud untuk menggugurkan keilmuan Syaikh Al-Albani dalam bidang fikih hadits, penjelasan maknanya, pilihan-pilihannya, dan hasil tarjih beliau dalam masalah-masalahnya, maka ini adalah makna yang munkar dan batil.
Dan dapat dijawab dengan pernyataan berikut ini.
Kita katakan kepada mereka : Apa sebenarnya arti fikih menurut kalian?
Jika maksud kalian adalah menghafal masalah-masalah, matan-matan, dan masuk ke dalam permasalahan yang bersifat tidak nyata, tanpa mendasari semua itu dengan dalil yang shahih, maka Imam Al-Albani sungguh seorang yang amat jauh dari hal itu.
Dan jika maksud kalian adalah memahami dan mempelajari dalil-dalil dari Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in, tanpa fanatik kepada seseorang kecuali kepada dalil, maka kami minta kepada kalian untuk mendatangkan sebuah dalil yang menunjukkan bahwa Imam Al-Albani tidak seperti itu.
Sesungguhnya kalimat “ahli hadits yang tidak paham fikih” dengan makna batil tersebut merupakan ungkapan setan yang bertujuan untuk merendahkan kadar dan kedudukan ahli hadits, dan bahwa seorang ahli fikih tidak memerlukan ilmu hadits.
Ungkapan tersebut awalnya ketergelinciran dan bid’ah, akhirnya penghalalan (lepas diri) dan zindiq (kemunafikan). Dikatakan bid’ah, karena kita tidak pernah menemukannya dari salafush shalih. Dikatakan penghalalan dan zindiq, karena ucapan tersebut bisa mengakibatkan dibuangnya seluruh perkataan ulama. Yang kemudian bisa menggugurkan syari’at dan meghilangkan hukum-hukum Islam. Sehingga dikatakan sesekali : Hukum ini adalah perkataan fulan yang merupakan ahli hadits, dia bukan ahli fikih.
Kemudian dikatakan lain kali; Hukum ini adalah ucapan fulan yang merupakan ahli fikih, dia ahli hadits.
Dan hasil akhirnya adalah berlepas diri dari hukum agama!!!
[2]. Tidak Mengetahui Ilmu Ushul
Tuduhan ini mana buktinya?
Dan realita yang ada di kitab-kitab Al-Albani adalah kebalikannya. Bahkan cerita yang popular dari biografi beliau, bahwasanya ia dahulu mengadakan dua kali kajian yang dihadiri oleh mahasiswa Universitas Islam Madinah dan sebagian staff dosen Universitas tersebut. Diantara kitab yang diajarkan oleh beliau di halaqah ilmiyah tersebut adalah kitab Ushulul Fikih karya Abdul Wahhab Khallaf.
Dan tuduhan ini –penafian kadar keilmuan ushul fikih beliau- ditelan mentah-mentah oleh sebagian mereka untuk mencela para ahli hadits, yang kemudian mereka gunakan untuk melemparkan tuduhan kepada para ahli hadits tersebut. Dan kepada mereka saya katakan : Termasuk perkara yang penting, harus diperhatikan poin-poin berikut.
a). Bahwasanya Sunnah Nabawiyyah merupakan petunjuk hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang dikatakan Imam Ahmad bin Hanbal dalam karyanya As-Sunnah riwayat Abdus : Setiap hukum dalam Al-Qur’an ditunjukkan oleh As-Sunnah, dijelaskannya dan ditunjukkan maksudnya. Dan dengan As-Sunnah bisa menghantarkan untuk mengetahui maknanya
b). Sesungguhnya ilmu ushul dibangun atas dasar petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan menggunakan bahasa Arab, dengan memperhatikan adat masa diturunkannya syari’at.
Dan perkara ini hanya diberikan kepada sahabat. Tidak ada yang ikut serta dan mengetahuinya kecuali mereka sendiri.
Dan tidak pula ada jalan untuk sampai kepada hal tersebut kecuali dengan jalan mereka (para sahabat).
Apabila telah jelas dua poin di atas, maka ketahuilah, bahwa ahli hadits merupakan orang yang paling bahagia dengan kedua poin tersebut.
Tidak seorang pun yang lebih tahu dari mereka tentang kabar yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak seorang pun yang lebih tahu dari mereka tentang berita dari sahabat. Maka merekalah yang sebenarnya ahli ilmu ushul.
Dan diantara manhaj mereka adalah menjadikan dalil-dalil Al-qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar untuk membangun ilmu ushul.
Bukankah para ulama ushul tidaklah beraktivitas kecuali untuk hal ini?
Dari sini engkau mengetahui, bahwa ahli hadits merekalah sebenarnya ulama ushul syariat ini, yang mengetahui kaedah-kaedah pengambilan hukum dari sela-sela usaha mereka untuk mengikuti apa yang datang dari sahabat dan tabi’in.
[3]. Tidak Memiliki Guru
Tuduhan ini terlalu tergesa-gesa untuk diucapkan.
Sebab Syaikh Al-Albani pernah belajar beberapa ilmu alat dari ayahnya, seperti ilmu shorof.
Beliau juga belakar darinya beberapa kitab madzhab Hanafi, seperti Mukhtashor Al-Qaduri.
Darinya juga beliau belajar Al-Qur’an dan pernah menghatamkan riwayat Hafsh beserta tajwidnya.
Beliau pun pernah belajar dari Syaikh Sa’id Al-Burhani kitab Maraqi Al-Falah, sebuah kitab yang bermadzhab Hanafi, dan kitab Syudzurudz Dzahab di cabang ilmu nahwu serta beberapa kitab balaghah.
Beliau juga pernah menghadiri seminar-seminar Al-Allamah Muhammad Bahjat Al-Baithar bersama beberapa ustadz dari Al-Majma Al-Islami Damaskus, diantaranya : Izzudin At-Tanukhi.
Waktu itu mereka belajar kitab Al-Hamasah syairnya Abu Tammam.
Di akhir hayatnya, beliau sempat bertemu dengan Syaikh Muhammad Raghib Ath-Thabbakh.
Beliau pun menyatakan takjub dengan Syaikh Al-Albani, dan menghadiahkan kepada beliau kitab Al-Anwar Al-Jaliyah Fi Mukhtashar Al-Atsbat Al-Hanbaliyah.
Apabila engkau tahu semua ini, maka jelas bagimu bahwa tuduhan dusta mereka “Al-Albani tidak memiliki guru” menyelisihi realita yang ada.
Dan tentunya tidak mengurangi kedudukan Syaikh meskipun hanya sedikit gurunya. Betapa banyak ulama yang hanya memiliki sedikit guru, dan itu tidak mempengaruhi kredibilitas keilmuannya.
Bahkan diantara perawi hadits ada yang tidak meriwayatkan hadits kecuali dari dua atau tiga orang saja, bahkan ada juga yang berguru dari seorang Syaikh saja.
Namun ternyata para ulama bersaksi akan kekuatan dan kesempurnaan hafalannya.
Dan hal itu tidak menjadi alasan yang mencegah untuk mengambil ilmu dan meriwayatkan hadits dari mereka.
Adalah Abu Umar Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al-Lakhami yang terkenal dengan sebutan Ibnul Baji (wafat mendekati tahun 400H) yang merupakan penduduk daerah Isybilia.
Dia adalah satu-satunya ulama dan ahli fikih yang ada pada waktu itu. Beliau mengumpulkan cabang ilmu hadits, fikih, dan keutamaan. Dan beliau menghafal dengan baik beberapa kitab-kitab sunnah dan penjelasan maknanya.
[4]. Syad (Ganjil), Menyendiri Dari Pendapat Umumnya Masyarakat
Ini juga merupakan tuduhan kosong belaka.
Karena sesungguhnya ulama ahli hadits, begitu pula Al-Albani –wa laa uzaki ‘ala Allahi ahada- termasuk orang yang terasing yang menghidupkan sunnah-sunnah yang dimatikan oleh kebanyakan orang. Adapun istilah ahli hadits : Fulan sendirian dalam meriwayatkan hadits ini, ini tidak berarti bahwa ia tidak paham masalah dan tidak pula kita menayandarkan istilah gannjil kepadanya
Dalam kitab Al-Ihkam Fi Ushulil Ahkam (5/661-662) Abu Muhammad Ibnu Hazm berkomentar : Sesungguhnya batasan istilah ganjil adalah dengan menyelisihi kebenaran.
Maka siapa saja yang menyelisihi kebenaran dalam suatu permasalahan maka ia termasuk ganjil dalam masalah tersebut, meskipun jumlahnya sebanyak penduduk muka bumi atau sebagiannya. Sedangkan Al-Jama’ah, secara keseluruhan mereka adalah ahlul haq, meskipun dimuka bumi tidak ada dari mereka kecuali seorang saja, maka ialah Al-Jama’ah, dan ini adalah secara globalnya.
Meskipun hanya Abu Bakar dan Khadijah saja yang masuk Islam, maka mereka berdua adalah Al-Jama’ah. Sedangkan siapa saja dari penduduk bumi selain mereka berdua dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka adalah ahlu ganjil (menyimpang) dan perpecahan.

Maka bukanlah maksud dari istilah ganjil adalah seorang ulama yang menyelisihi jama’ah ulama lainnya. Bukanlah arti ganjil menyelisihi perbuatan yang sering diamalkan atau tersebar luas di masyarakat.
Betapa banyak permasalahan yang dipegang teguh oleh ulama dengan pendapat yang menyendiri, seperti Abu Hanifah, Malik, dan juga Ahmad. Dan hal itu tidak dianggap sebagai aib bagi mereka, tidak mengurangi kefakihan mereka apalagi menghalang-halanginya, juga tidak menjadikan mereka disifati ganjil atau menyendiri.
Bagaimana mungkin bisa disifati dengan ganjil orang yang memurnikan peneladanan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Bahkan sebelum ulama yang menyelisihi sunnah atau atsar tidak dikatakan oleh ulama yang lain dengan ucapan : Mereka ganjil, mereka menyendiri. Adalah Al-Hafizh Ibnu Abi Syaibah (wafat 235H) di dalam kitabnya Al-Mushshannaf mengarang sebuah judul : Bantahan untuk Abu Hanifah. Beliau mengawalinya dengan perkataan : Ini adalah permasalahan yang Abu Hanifah menyelisihi berita yang telah datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Adalah Al-Laits bin Sa’ad berkata : Aku pernah menghitung permasalahan Malik bin Anas yang berjumlah tujuh puluh, seluruhnya menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam semua permasalahan itu ia berpendapat dengan akalnya. Komentar Al-Laits : Dan aku pernah menuliskan ini untuknya.
(Cerita atsar ini ada dalam kitab Jami’u Bayanil Ilmu wa Fadhlihi 92/148).
Kemudian kapankah amalan kebanyakan orang menjadi hujjah secara mutlak dalam syari’at ini, yang mana dalil-dalil ditolak karenanya? Dosa apa yang dilakukan para ahli hadits dan Al-Albani tatkala mereka berpegang dengan hadits yang telah jelas bagi mereka derajat keshahihannya, dan tidak pernah nampak perkataan kuat yang menyelisihinya, kemudian mereka mengamalkannya, dan mengajak orang lain untuk menghidupkan sunnah yang dikandung oleh hadits itu.
Maha Suci Allah!, mereka bukannya diberikan ucapan terima kasih malah dicela, kemudian dijuluki dengan gelar ganjil atau menyendiri!
[5].Tidak Menghormati Ulama Dan Tidak Mengatahui Ketinggian Kedudukan Mereka
Adapun perkataan tersebut, maka hanya tuduhan yang tidak berdalil. Bahkan realita yang ada adalah kebalikannya. Penyebab tuduhan itu adalah prasangka salah sebagian orang yang mengira bahwa Syaikh Al-Albani tatkala mengamalkan hadits shahih yang belum pernah diketahui seorang yang menyelisihinya, mereka mengira bahwa perbuatan beliau tersebut menjatuhkan kredibilitas para ulama yang tidak mengamalkannya, dan berarti beliau tidak menghormati mereka.
Parasangka salah tersebut tidak perlu terlalu diperhitungkan, dengan alasan sebagai berikut :
Tentu beda antara memurnikan amalan untuk mengikuti Rasulullah dan menjatuhkan perkataan ulama lain.
Maksud dari mengikuti Rasulullah yaitu tidak mendahulukan perkataan seseorang dari ucapan beliau, siapapun orangnya. Akan tetapi, pertama engkau melihat keabsahan hadits. Apabila hadits tersebut shahih, maka yang kedua engkau harus memahami maknanya.
Jika sudah jelas (maknanya) bagimu maka engkau tidak boleh menyimpang darinya, meskipun semua orang di timur bumi dan baratnya menyelisihimu.
Dan diantara perkataan berharga Syaikh Al-Albani sebagaimana dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, ketika mengomentari hadits nomor 221, beliau berkata :
Ambil dan peganglah hadits Rasulullah. Gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah olehmu pendapat-pendapat orang, sebab dengan adanya hadits maka pendapat menjadi batal, dan jika datang sungai Allah (dalil naqli) maka hilanglah sungai akal (dalil aqli).
Sekedar pengetahuan, -setahu saya- tidak ada sebuah permasalahan yang dipilih oleh Al-Albani kecuali pernah dikatakan oleh para ulama sebelumnya. Beliau senantiasa antusias menyebutkan ulama salaf yang sependapat dengannya.
Beliau juga antusias mengamalkan pendapat yang sejalan dengan dalil
Syaikh Al-Albani selalu merujuk ke perkataan ulama, mengambil pelajaran darinya, juga mengambil faedah dari perkataan tersebut tanpa fanatik ataupun taklid.
Beliau berkata di muqaddimah kitab sifat shalat Nabi.
Adapun merujuk ke perkataan mereka –yakni ulama- , mengambil faedah darinya, memanfaatkannya untuk mencari kebenaran dari permasalahan yang mereka perselisihkan yang tiada dalilnya dari Al-Qut’an dan As-Sunnah, atau untuk membantu memahami permasalahan yang butuh kejelasan, maka ini adalah sesuatu yang tidak kami ingkari.
Bahkan kami memerintahkan dan menyarankan hal tersebut, sebab manfaat darinya bisa diharapkan bagi orang yang meniti jalan hidayah dengan Al-Kitab dan As-Sunnah.
Tersisa isyarat tentang permasalahan kerasnya Syaikh dalam membantah orang yang menyelisihinya. Realita yang ada menyatakan bahwa permasalahan ini bersifat relatif, setiap orang berbeda satu sama lain.
Sebagian dari mereka menyebutnya dengan istilah sifat obyektif dalam membahas, sekedar mencari kebenaran tanpa basa-basi. Sedangkan yang lainnya menyebutnya dengan istilah keras dan tidak berlemah lembut. Bagaimanapun juga, sudah sepantasnya tidak dihindari poin-poin berikut ini.
a). Bahwasanya sebagian dari mereka meminta kepada Syaikh untuk lemah- lembut dalam membantahnya hingga batas kewajaran.
Anehnya, mereka meminta kepada Syaikh untuk membantahnya dengan aturan tertentu yang mereka sendiri tidak dipergunakan ketika membantah orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka.
b). Sikap keras demi memperjuangkan kebenaran bukan berarti kebatilan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menerima kebenaran tersebut
c). Bahwasanya berlemah-lembut untuk memperjuangkan kabatilan bukan berarti kebenaran.
d). Dan terkadang bersikap keras merupakan sikap hikmah dalam berdakwah.
Tentang sikap keras yang dituduhkan kepada Syaikh, beliau memiliki komentar tentang itu di As-Silsilah Adh-Dha’ifah, jilid pertama halaman 27.
[6]. Bermadzhab Dzohiri
Tuduhan ini juga perlu bukti.
Adapun sifat yang disandarkan kepada ahli hadits bahwa mereka termasuk ahli dzahir, ini merupakan kata-kata yang terdengar setiap masa.
Oleh karena itu disandarkannya sifat tersebut kepada Syaikh Al-Albani bukanlah suatu yang aneh, sebab beliau termasuk ahli hadits.
Untuk menghilangkan kesamaran yang telah merasuki otak sebagian orang, perlu dipaparkan beberapa pertanyaan berikut.
Apakah Syaikh pernah berkata terus terang di kitab-kitabnya bahwa ia bermadzhab dzahiri?
Apakah Syaikh yang hanya sekedar menukil perkataan dari kitab Ibnu Hazm bisa dikatakan bermadzhab dzahiri?
Perlu diketahui bahwa Syaikh Al-Albani di beberapa tempat dari kitabnya mencela keras Ibnu Hazm Adz-Dzahiri. Di kitab Tamamul Minnah, halaman 160 beliau berkomentar : Untuk menyelisihi pendapat yang dipegang oleh Ibnu Hazm.
Pada kitab yang sama, halaman 162 beliau berkata : Saya merasa heran dengan Ibnu Hazm seperti kebiasaannya berpegang teguh dengan madzhab Dzahiri.
Diantara karangan Syaikh, ada sebuah kitab yang membantah Ibnu Hazm dalam masalah alat musik. Oleh karenanya, maka ahli hadits –termasuk Al-Albani- termasuk orang yang paling jauh dari kesalahan-kesalahan yang ulama catat dari madzhab Dzahiriyah.
Bahkan Syaikh berbicara dengan terus-terang tidak hanya pada satu tempat, dan yang paling popular adalah di muqaddimah kitab Sifat Shalat Nabi bahwasanya dalam manhajnya, beliau bersandar kepada hadits-hadits dan atsar, tidak keluar dari keduanya, menghargai para imam dan mengambil manfaat dari fikih mereka.
[7]. Mutasahil (Gampang/Mudah) Menshahihkan Hadits
Hal ini bersifat relatif, berbeda sesuai dengan masing-masing orang.
Barangsiapa yang mutasyaddid (terlalu keras/mempersulit) ia melihat orang lain mutasahil, dan siapa yang mutasahil ia melihat orang lain mutasyaddid.
Dan yang menjadi pegangan dalam mengetahui yang benar dalam masalah ini adalah dengan banyak membaca, berusaha mengetahui keadaan, dan saling membandingkan satu sama lain.
Sejumlah permasalahan yang disandarkan kepada Al-Albani bahwa ia mutasahil diantaranya.
a). Menghasankan hadits dha’if dengan banyaknya jalan.
b). Menerima hadits seorang perawi yang tidak diketahui keadaannya, dan bersandar pada tautsiq Ibnu Hibban (rekomendasi beliau untuk perawi hadits)
c). Beliau menerima dan memberikan rekomendasi kepada beberapa perawi yang lemah.
Semua jenis hadits lemah dapat menerima penguat dan pendukung, hadits tersebut akan naik derajatnya dengan banyaknya jalan, kecuali hadits yang pada sanadnya terdapat perawi yang pendusta dan pemalsu hadits, perawi hadits yang tertuduh berdusta, dan perawi hadits yang berada pada derajat ditinggalkan (seperti perawi yang sangat buruk hafalannya), hadits syadz (ganjil, menyelisihi hadits lainnya), dan hadits munkar.
Adapun menerima hadits dari seorang perawi yang tidak diketahui keadaannya dan bersandar kepada tautsiq Ibnu Hibban, ini merupakan permasalahan yang disandarkan kepada Syaikh Al-Albani tanpa dalil yang shahih yang mendukungnya.
Dan yang benar, bahwa tidak hanya pada satu tempat Syaikh Al-Albani membantah orang yang bersandar kepada tautsiq Ibnu Hibban dan beliau mensifatinya dengan kata-kata mutasahil
Beliau juga telah menulis pada muqaddimah kitab Tamamul Minnah, halaman 20-26, kaedah yang kelima dengan judul “Tidak dibolehkannya bersandar dengan Tautsiq Ibnu Hibban”.
Permasalahan rekomendasi beliau kepada beberapa perawi yang lemah merupakan tuduhan semata, dimana mereka (yang melontarkan tuduhan tersebut) tidak mampu mendatangkan seorang perawi yang disepakati bersama kelemahannya, lalu datanglah Al-Albani dan memberinya rekomendasi tersebut.
[8]. Keputusannya Dalam Menghukumi Hadits-Hadits Sering Berlawanan Satu Sama Lain.
Dakwaan tersebut merupakan kebodohan atau pura-pura bodoh dengan realita yang ada.
Ketahuilah wahai saudaraku –semoga Allah senantiasa menjagamu-, termasuk perkara yang diketahui bersama, menurut ahlu sunnah wal jama’ah bahwa sifat ishmah (terbebas dari kesalahan) tidak mungkin bisa disandang kepada seorangpun dari umat ini kecuali kepada Nabi.
Dan kita –segala puji dan karunia hanya milik Allah- meyakini akan dasar ini.
Tidak mungkin Al-Albani menyandang sifat ma’shum sebagaimana para ulama yang lainnya.
Akan tetapi, apakah hanya dengan melakukan kesalahan dan memiliki pendapat yang kontradiksi seorang alim dinyatakan gugur dan terlepas darinya gelar keilmuannya? Saya kira, tidak ada seorang ulama yang adil yang berpendapat demikian.
Baiklah, barang siapa yang banyak kesalahannya, yang mana kesalahannya lebih dominan dari pada pendapat benarnya, niscaya gugurlah hujjah darinya, dan hilanglah sifat kuat hafalannya.
Apabila terwujudkan hal ini, maka ketahuilah bahwa semua hadits yang disandarkan kepada Al-Albani dengan hukum yang saling berlawanan tidak mempengaruhi ketsiqohan beliau dan ketsiqohan ilmunya di sisi ulama yang adil –segala puji hanya untuk Allah-.
Karena prosentasi hadits-hadits yang disebutkan dan telah dihukumi oleh Al-Albani dengan hukum yang kontradiksi dibanding hadits-hadits yang lainnya, hanya sedikit dan tidak diperhitungkan, serta tidak mampu mengotori bahtera ilmunya.
Karena air apabila sudah mencapai dua kullah tidak akan membawa sifat kotor.
Dan penyandaran kontradiksi ini merupakan tuduhan iri dengki yang mayoritasnya merupakan penipuan kotor belaka.
Apabila diteliti penyandaran tersebut, tidak akan selamat kecuali sangat sedikit sekali, dan semua itu tidak keluar dari keadaan-keadaan beikut ini.
a). Hadits-hadits yang dihukumi berbeda oleh Syaikh setelah nampak jelas baginya ilmu yang benar.
b). Hadits-hadits yang dihukumi oleh beliau dengan melihat kepada jalannya, kemudian beliau menemukan jalan yang lainnya.
c). Hadits-hadits yang dihukumi oleh beliau dengan dasar pendapat yang rajih (kuat) sesuai keadaan perawi tersebut, kemudian beliau mengoreksi kembali ijtihadnya dan menemukan hukum yang berbeda.
d). Hadits-hadits yang tidak mempunyai cacat, kemudian nampak cacatnya menurut beliau.
e). Hadits-hadits yang tidak diketahui adanya syahid (penguat) dan mutaba’ah (penguat), kemudian beliau mengetahuinya
Saya sarankan para pembaca untuk merujuk ke kitab ‘Al-Anwar Al-Kasyifah Li Tanaqudhat Al-Khassaf Az-Zifah”, yang menguak kesesatan, penyimpangan dan sikap sembrono yang ada di dalamnya
[9]. Tidak Perhatian Dengan Matan Hadits
Inipun dusta semata dan kebatilan yang tidak berdasar. Kenyataan yang ada di kitab Syaikh, membatalkan tuduhan tersebut. Oleh sebab itu saya akan mendatangkan sebuah hadits yang dikritik habis matannya oleh Al-Albani setelah dikritisi habis sanadnya
Diantaranya hadits kedua dari kitab Silisilah Al-Ahadits Ad-Dha’ifah.
Hadits tersebut berbunyi.
“Barangsiapa yang shalatnya belum mampu menahan dirinya dari perbuatan keji dan munkar, niscaya tidak akan bertambah dari Allah kecuali jarak yang semakin jauh”.
Setelah Syaikh mengomentari sanad hadits, beliau menuju ke matan hadits seraya berkata.
Matan hadits ini tidak sah, sebab zhahirnya mencakup orang yang melakukan shalat lengkap dengan syarat dan rukun-rukunnya. Yang mana syari’at ini menghukuminya sah.
Meskipun orang yang melakukan shalat tersebut terus menerus melakukan beberapa maksiat, maka bagaimana mungkin hanya karena itu, shalatnya tidak akan menambah kecuali jarak yang semakin jauh.
Hal ini tidak masuk akal dan tidak disetujui oleh syari’at ini, dst…
Dengan ini usailah tujuan kami, dan segala puji hanya untuk Allah yang dengan-Nya sempurnalah segala kebaikan.
[Sumber, Al-Intishar Li Ahlil Hadits, karangan Syaikh Muhammad bin Umar Baazmul]
[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol 6 No 7 Edisi 32 - 1428H. Dialihbahasakan oleh Abu Musa Al-Atsari Lc, dari situs sahab.net. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Jl Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]
Shared from Almanhaj.or.id for android http://bit.ly/Almanhaj

November 12, 2018

ALHAMDULILLAH Maknanya...

QS. Al-Fatihah Ayat Ke : 2*
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
*Artinya :*
_Segala puji [2] bagi Allah, Tuhan semesta alam. [3]_
[2] Alhamdu (segala puji). 
Memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri.
Maka memuji Allah berarti: menyanjung-Nya karena perbuatan-Nya yang baik.
Lain halnya dengan syukur yang berarti : mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya.
Kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.

[3] Rabb (Tuhan) berarti : Tuhan yang di taati Yang Memiliki, Mendidik dan Memelihara. Lafadz rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam) : semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti : alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah pencipta semua alam-alam itu.
*Tafsir :*
Sanjungan kepada Allah dengan sifat-sifat-Nya dimana semuanya merupakan sifat-sifat kesempurnaan. Pujian kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya, baik yang lahir maupun yang batin, baik diniyah maupun duniawiyah. Kandungannya adalah perintah dari Allah kepada para hamba-Nya agar memuji-Nya.
Dialah semata yang berhak dipuji.
Dialah pencipta seluruh makhluk, yang mengurus segala perkara mereka, yang mengayomi seluruh makhluk-Nya.
Dengan nikmat-nikmat-Nya, dan memayungi wali-walinya dengan Iman dan amal shalih.

mengapa kamu harus bersyukur?

MENGAPA KITA HARUS SELALU MEMUJI
 & BERSUKUR KEPADA ALLAH DALAM KEADAAN APAPUN?
BBG AL ILMU

Jawabannya:
1. Sebab semua yang Allah takdirkan hingga yang menyedihkan & menyakitkan mengandung banyak hikmah yg luar biasa yg dapat dirasakan hamba-Nya di Dunia & Akhirat.
2. Sebab Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Misalnya: seorang hamba yg ditakdirkan miskin, maka itulah takdir yg terbaik baginya, sbb jika ia ditakdirkan kaya, maka ia akan sombong & semakin lupa kepada Allah

Allah berfirman,” Tidakkah ia (manusia) memperhatikan siapakah yang telah menciptakannya..Yaitu Dia yg Maha lembut lagi Maha mengetahui (apa yg terbaik & terburuk bagi
hamba-Nya).” Al-Mulk : 14

Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Pasti merasakan lezatnya iman, seorang yg selalu ridho kepada Allah.” HR Muslim
Ya Allah jadikanlah kami hamba-Mu yg selalu ridho kepada-Mu dalam keadaan apapun!
Ust. Djazuli Lc

November 11, 2018

kisah pemuda LGBT di zaman nabi

*KISAH PEMUJA LGBT YANG BERAKHIR TRAGIS* 🔥
(Bagian Kedua)
*PENJELASAN ALIM ULAMA*
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa setelah para malaikat itu –Jibril Mikail dan Israfil– beranjak pergi dari kediaman Nabi Ibrahim alaihissalam maka mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di kota Sodom.
Para malaikat itu berpenampilan sebagai para pemuda tampan rupawan.
Dan ini dalam rangka memberikan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum Nabi Luth dan menegakkan hujjah atas mereka.
Para Malaikat itu kemudian bertemu di rumah Nabi Luth. Peristiwa ini terjadi sesaat sebelum tenggelamnya matahari.
Nabi Luth alaihissalam khawatir bila ia tidak menerimanya sebagai tamu. Karena orang selain beliau dari kaumnya yang akan menerimanya sebagai tamu. Sementara  Nabi Luth alaihissalam menyangka bahwa mereka adalah manusia biasa.
Oleh karena itu disebutkan di dalam al-Quran,
سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَقَالَ هَٰذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ

Nabi Luth merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata : “Ini adalah hari yang amat sulit” *[QS. Hud: 77]

Abdullah bin Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Muhammad bin Ishaq menyatakan :
Ini adalah ujian berat bagi Nabi Luth
alaihissalam.
Hal ini karena beliau harus melindungi dan membela tamu-tamu itu pada malam tersebut. Sebagaimana yang biasa dilakukan oleh beliau kepada tamu-tamu yang lain. Sementara kaum Nabi Luth berpesan kepada beliau agar tidak menerima seorang tamu pun berkunjung ke rumahnya.
Namun Nabi Luth
alaihissalam memandang dirinya tidak bisa menghindarinya, mau tak mau beliau harus menerima dan melindungi tamu-tamu tersebut.
Qotadah rahimahullah menyebutkan bahwa ketika para Malaikat ini datang Nabi Luth alaihissalam sedang berada di ladang tempat beliau bekerja.
Maka datanglah para Malaikat yang berwujud manusia itu hendak bertamu kepada beliau. Namun Nabi Luth alaihissalam merasa malu yang akhirnya beliau berjalan di depan mereka lalu mulai mengucapkan sesuatu yang mengisyaratkan agar mereka meninggalkan kota tersebut dan singgah di kota lain.
“Mereka itu adalah penduduk yang aku tidak mengetahui di bumi ini ada penduduk yang lebih buruk dan lebih keji dari mereka” demikian ujar Nabi Luth alaihissalam kepada para tamunya.
Kemudian Nabi Luth alaihissalam berjalan dan mengulangi lagi ucapannya. Demikian diulang-ulang terus oleh Nabi Luth sebanyak empat kali.
Qotadah mengatakan “Malaikat itu diperintahkan oleh Allah agar tidak membinasakan kaum tersebut sehingga Nabi mereka menyaksikannya”
*Bagaimana nasib orang-orang durhaka itu* ❓
_Nantikan kelanjutan kisah ini berikutnya, lebih mengerikan dari apa yang anda bayangkan…_
_(Bersambung)_
✍ *Ustadz Bambang Abu Ubaidillah hafizhahullah*

#alumni #ilmusosial #nabiluth #sejarahislam #smp #sma #jakarta #bandung #budaya #history #globe #LGBT #GAY #nogay #budayabarat #norak

November 10, 2018

di dunia ini tiada manusia bodoh

 manusia yang mengatakan seseorang bodoh belum tentu dia lebih baik dari kita..karena manusia itu setiap hari selalu belajar dan harus merendahkan diri di hadapan tuhan.
misal dia jago bahasa inggris belum tentu ia jago dalam masalah teknis mesin atau bidang lain
ayo buat kamu masih suka bully untuk stop

November 07, 2018

sibuk dengan duniamu?

*Taammullat*  🌴🌴

Di dunia saja, ketika orang mempunyai kesibukan,
ia akan meninggalkanmu dengan segala keadaanmu,
tak peduli engkau senang atau sedih. 
Kurang lebih begitu di Akhirat, semua akan meninggalkanmu, mengurus urusan mereka masing-masing. Tak peduli apa yang terjadi pada dirimu,
kecuali orang-orang shalih yang bisa memberikan, yang tak rela merasakan kenikmatan yang ia dapat kecuali melihat sahabat-sahabatnya ikut merasakan. Mereka akan mencari dan menanyakan keadaannya.
Orang seperti merekalah yang harus kita pertahankan di dunia ini. Orang yang tak pernah lupa dengan saudaranya, bagaimanapun keadaannya.
(Muhammad Gazali Abdurrahim Arifuddin)
☕ Silahkan disebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya ☕
Barakallah fikum.                                       
 
_________
Madinah, 25 - 04 - 1437 H
✒ Dishare oleh Ust. Aan Chandra Thalib El Gharantaly حفظه الله تعالى.                              
***