Desember 23, 2018

mengambil buah


Boleh Mengambil Buah Di Pohon Pinggir Jalan?*
*Hukum Mengambil Buah Di Pohon Pinggir Jalan*
Bagaimana hukum mengambil buah dari pohon di pinggir jalan?
Apakah dibolehkan utk dipanen lalu dijual?
Jawab :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kita memahami pohon ini milik umum, karena itu 
tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, namun boleh 
dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
Karena itu, sebatas berteduh atau untuk tempat parkir sementara, 
ulama sepakat dibolehkan.
Selanjutnya, bolehkah memanfaatkan pohon tersebut dalam 
bentuk mengurangi sebagian kadarnya? Misalnya diambil buahnya.
Para ulama sepakat, bagi mereka yang membutuhkan, 
boleh mengambil buah pohon milik umum. Selanjutnya ulama berbeda pendapat, 
bagi mereka yang tidak membutuhkan, bolehkah 
memakan buah dari pohon ini?
Salah seorang ulama Malikiyah – 
Ahmad an-Nafrawi – dalam kitabnya al-Fawakih ad-Dawani menyatakan,
وقع الخلاف بين العلماء في الأكل مما يمر عليه الإنسان في الطريق من نحو الفول والفواكه، ومحصله: الجواز للمحتاج من غير خلاف، وأما غير المحتاج فقيل: بالجواز، وقيل: بعدمه
Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama 
mengenai hukum memakan buah di pohon yang berada di jalan yang dilewati seseorang,
 seperti kacang toro atau buah lainnya. kesimpulannya, dibolehkan bagi 
orang yang membutuhkan, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. 
Sementara untuk orang yang tidak membutuhkan, 

ada yang mengatakan boleh dan ada yang mengatakan tidak boleh. 
(al-Fawakih ad-Dawani, 2/284).

Sebenarnya konteks keterangan beliau adalah pohon milik pribadi yang 
kebunnya berada di pinggir jalan.
Karena itulah, an-Nafrawi merajihkan bahwa itu tindakan dilarang.
Akan tetapi, ada sebuah hadits yang mendukung pendapat sebaliknya, 
hadis dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, 
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ حَائِطًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ، فَلْيُنَادِ: يَا صَاحِبَ الْحَائِطِ ثَلَاثًا، فَإِنْ أَجَابَهُ وَإِلَّا فَلْيَأْكُلْ
Apabila kalian melewati sebuah kebun, dan ingin makan maka hendaknya memanggil pemilik kebun 3 kali.
Jika dijawab, (ikuti apa yang diminta), dan jika tidak ada jawaban silahkan dimakan. 
(HR. Ahmad 11045 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

As-Syaukani menjelaskan,
ظاهر أحاديث الباب جواز الأكل من حائط الغير، والشرب من ماشيته بعد النداء المذكور من غير فرق بين أن يكون مضطراً إلى الأكل أو لا.. إلى أن يقول: والممنوع إنما هو الخروج بشيء من ذلك من غير فرق بين القليل والكثير
Dzahir hadits menunjukkan bolehnya memakan buah dari kebun orang
 lain dan minum susu kambingnya, setelah memanggil pemiliknya seperti
 yang disebutkan dalam hadits (3 kali panggilan), 
tanpa membedakan apakah orang yang mau mengambil
 ini terpaksa untuk makan atau tidak…
Kemudian as-Syaukani mengatakan,
Yang dilarang adalah membawa keluar sebagian buahnya, tanpa membedakan banyak maupun sedikit.
Kemudian as-Syaukani menyebutkan bahwa ini sejalan dengan prinsip syariat bahwa ada beberapa orang yang memiliki hak untuk 
mendapatkan jamuan (Haq ad-Dhiyafah), seperti Ibnu Sabil atau orang yang membutuhkan.
(Nailul Authar, 8/176).
Penjelasan ini berlaku untuk mengambil buah dari kebun di pinggir jalan milik pribadi. Sehingga bisa kita turunkan untuk pohon di tempat umum, yang dikelola oleh pemerintah dan menjadi milik bersama kaum Muslimin. Berdasarkan keterangan as-Syaukani, mengambil buahnya diperbolehkan dengan syarat :
[1] Tidak ada larangan dari pengelola untuk mengambil buahnya.
[2] Hanya sebatas makan di tempat dan tidak dibawa keluar dari area itu. Sehingga tidak boleh dipanen oleh pihak tertentu untuk dijual. Karena berarti bentuk menguasai harta orang lain.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh :
Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berikan pesan kritik saran yang membangun.terima kasih